Image and video hosting by TinyPic

Tuesday, June 16, 2009

Kuranji Sekilas Lintas


Ini adalah blogs untuk komunitas Kuranji. Kuranji adalah sebuah kawasan dalam wilayah Kota Padang yang sedang menuju pertumbuhannya. Jika Padang menjadi Kota Metropolitan, maka Kuranji menjadi kawasan penyangga yang penting. Sumber air kota Padang itu ada di kawasan ini. Hingga layaklah ia disebut buffer zone nya Kota Padang.
Oh ya jangan lupa, dulu di masa perdjoeangan, Kuranji juga telah memainkan peran yang penting sebagai salah satu sektor pertempuran penting dalam berjuang merebut dan mempertahankan kemerdekaan republik ini. Ada nama Harimau Kuranji yang melegenda, dilekatkan sebagai nama Batalyon pimpinan Letnan Kolonel Ahmad Husein.
Kini Kuranji sedang menuju ke masa depan yang semuanya tergantung pada bagaimana putra-putri Kuranji menjaga dan membesarkannya.Jika Anda punya tulisan atau artikel dan foto-foto tentang Kuranji dan sekitarnya, silahkan kirim ke jerry_1606@yahoo.com
Terimakasih

Penjaga Pos,
John Edward Rhony

Wednesday, June 10, 2009

Menikmati Indahnya Pantai Gandoriah


Sebagai salah satu daerah tujuan wisata andalan di Indonesia, PT Kereta Api Indonesia (Persero) Divisi Regional (Divre) II Sumbar memang cukup jeli memanfaatkan peluang yang terbentang di depan matanya. Setelah perusahaan milik negara itu tidak lagi dipakai untuk mengangkut batubara dari Sawahlunto ke Teluk Bayur Padang, kini PT. KAI Sumbar memanfaatkan jalur kereta api yang ada untuk transportasi pariwisata yang murah dan meriah.
Dan Minggu 31 Mei lalu, Palanta yang merupakan satu komunitas blogger di Sumbar, menggelar “wisata” khusus bagi para blogger yang selama ini lebih banyak duduk di depan komputer dengan memanfaatkan kereta api wisata ke objek wisata Pantai Gandoriah, Pariaman, dengan menggandeng PT. KAI Divre II Sumbar, PT. Telkomsel dan Masyarakat Peduli Kereta Api Sumatra Barat (MPKAS) sebagai sponsor.
Pukul 07.00 WIB, seluruh peserta sudah berkumpul di stasiun kereta api Simpang Haru untuk bersiap-siap menuju Pariaman. Sebelum berangkat, semua peserta diberi baju kaus gratis merah menyala yang disponsori Telkomsel oleh panitia. Dan menjelang keberangkatan, rombongan dilepas secara resmi oleh Kepala Divre II PT. KAI Sumbar, Hussein Nurroni didampingi Charles mewakili manajemen PT. Telkomsel.
Sekitar pukul 09.00 WIB, lokomotif yang membawa 7 gerbong berisikan lebih dari 700 penumpang itupun beranjak meninggalkan stasiun Simpang Haru Padang menuju Pantai Gandoriah, Pariaman. Gerbong paling depan adalah gerbong yang dihuni khusus peserta wisata blogger yang berjumlah seratus lebih peserta.
“Peserta membludak, namun syukur para blogger tak ada yang mengeluh meski harus nebeng duduk di sandaran tangan blogger lain atau berdiri saja,” tukas Ketua Panpel Maryulis Max.
Dalam perjalanan, dua orang penyiar SIPP FM yang juga merupakan sponsor acara ini, tak pernah berhenti cuap-cuap dengan pengeras suara, melontarkan “joke-joke” yang membuat peserta wisata tgak henti-hentinya tertawa.
Sungguh, ini merupakan pengalaman saya pertama naik kereta api wisata ke Pariaman. Banyak pengalaman dan pemandangan yang saya lihat. Ketika melewati persawahan, tampak orang sedang menyabit padi yang telah menguning. Moment ini tak luput dari peserta yang membawa kamera untuk diabadikan.
Dan yang sangat menyenangkan, selama dalam perjalanan yang memakan waktu sekitar 2 jam itu, sinyal ponsel saya (kebetulan saya memakai kartu produk Telkomsel) selalu full, sehingga komunikasi dengan kerabat ataupun relasi tetap berjalan tanpa hambatan.
Tepat pukul 11.00 WIB di jam tangan saya, kereta api yang kami tumpangi sampai di depan pintu gerbang Pantai Gandoriah. Semua penumpang kereta turun. Khusus peserta wisata blogger, langsung menuju arena tempat berkumpul di taman dalam lingkup Pantai Gandoriah, dan dinanti hiburan orgen tunggal yang dipandu master of caremony (MC) juga dari SIPP FM. Setelah sedikit pengantar dan pengarahan dari panitia, peserta diberi waktu sekitar 90 menit untuk bermain dan menikmati objek wisata tersebut, sekaligus untuk mencari inspirasi tentang apa yang akan ditulis peserta lomba nantinya.
Semua peserta langsung berhamburan menuju pantai yang indah dan rindang itu. Di pinggir pantai, berjejer penjual makanan khas ‘Piaman’ seperti sala lauak, peyek udang serta makanan ringan lainnya. Sementara nun di tengah laut, tampak tiga buah pulau yang berjejer satu sama lainnya, dimana salah satu diantaranya bernama Pulau Angso Duo.
Pemko Pariaman tampaknya memang sangat memfokuskan pembenahan pariwisata di Pantai Gandoriah itu. Buktinya, di kawasan itu didirikan sebuah posko wisata dengan menugaskan beberapa personil Satpol PP untuk pengamanan, baik pengamanan dari para pemeras ataupun pengamanan bagi pengunjung yang mandi-mandi di Pantai. Ya, tak obahnya seperti penjaga pantai seperti diterapkan pada beberapa negara maju di dunia. Luar biasa memang!
Bagi pengunjung pantai ini, banyak pilihan makanan untuk dinikmati sambil memandang indahnya pantai serta menikmati lembutnya semilir angin pantai. Mencari makananpun tidak susah. Namun dari kebanyakan pengunjung, terutama rombongan keluarga, sepertinya lebih memilih membawa makanan dari rumah dan menyantapnya dengan lahap di pinggir pantai atau di taman, dengan menggelar tikar atau duduk di bawah rindangnya pohon pelindung beralaskan rerumputan taman. Saya jadi teringat ketika berkunjung ke Pantai Samila di Songkhla, Thailand, meski pantai di negara gajah putih itu sedikit landai, namun suasananya tak jauh beda.
Di taman Pantai Gandoriah itu, juga dilengkapi dengan tempat bermain anak. Sambil bersantai menikmati indahnya suasana pantai, pengunjung yang membawa anak-anak juga bisa melepaskan anak-anaknya bermain ayunan atau seluncuran yang ada di taman itu. Sehingga jadilan Pantai Gandoriah sebagai sebuah objek wisata keluarga yang benar-benar memiliki banyak pilihan.
Sekitar pukul 14.00 WIB, setelah semua peserta disuguhi makan siang oleh panitia, kereta api wisata yang membawa rombongan peserta wisata blogger dan masyarakat umum lainnya pun meninggalkan pantai yang penuh dengan kenangan manis itu. Suasana di dalam gerbong tak berkurang meriahnya. Berbagai joke yang membuat peserta wisata blogger susah menahan tawa, masih saja dilontarkan pembawa acara, hingga kereta api sampai lagi di stasiun Simpang Haru sekitar pukul 16.00 WIB.
Kini perjalanan wisata dengan kereta api itu hanya tinggal kenangan yang tak mudah dilupakan begitu saja. Namun, sepertinya saya masih ingin lagi untuk menikmati perjalanan wisata dengan kereta api di Sumbar. Apalagi, seperti disampaikan Kepala Divre II PT. KAI Sumbar, Hussein Nurroni sebelum berangkat, bahwa dalam waktu dekat pihaknya akan mendatangkan gerbong baru menjalanyi trayek Padang – Padang Panjang dan diharapkan Desember 2009 ini sudah bisa beroperasi. Tentunya bagi wisatawan yang ingin mandi-mandi di Minifan Padang Panjang tak perlu lagi kuatir untuk mendapatkan angkutan murah dan menyenangkan. Semoga saja….. (John Edward Rhony)

Wednesday, June 18, 2008

Mengungkap Nasionalisme "Kolonel Pembangkang"


Judul : Perlawanan Seorang Pejuang; Biografi Kolonel Ahmad Husein
Penulis: Mestika Zed dan Hasril Chaniago
Penerbit : Sinar Harapan, Jakarta 2001, Tebal : (xvi + 489) halaman
___________________________________________________
SALAH satu sisi menarik dari kajian sejarah adalah aspek dinamis dari interpretasi sejarawan. Seorang sejarawan memiliki kebebasan untuk memperlakukan fakta berdasarkan sudut pandangnya sendiri.
Di atas itu semua, kajian sejarah kontemporer umumnya ditulis dengan suatu misi yang sarat beban.
Pertama, keinginan untuk menempatkan sejarah sebagai ilmu yang bebas dari kepentingan dan konflik. Itu mengacu pada objektivitas.
Kedua, meluruskan sejarah dengan sumber dan interpretasi si pelaku. Ini sifatnya inward looking.
Demikian halnya dengan buku ini. Sebagai sebuah biografi, ia ingin menghadirkan sejarah menurut pelakunya sendiri.
Dalam penulisan sejarah Orde Baru, peristiwa Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) diberi stigma "pemberontakan"; sesuatu yang setidaknya hingga akhir tahun 1970-an menimbulkan perasaan traumatik dalam diri masyarakat Sumatera Barat. Perasaan rendah diri sebagai komunitas yang telah dikalahkan dan dengan sendirinya selalu dipojokkan. Mentor dari peristiwa itu, Ahmad Husein, dalam pelajaran di sekolah-sekolah dicap sebagai "pemberontak".
***
BUKU Perlawanan Seorang Pejuang; Biografi Kolonel Ahmad Husein yang sarat dengan misi ini terdiri dari dua belas bagian. Pada prolog dipaparkan bahwa biografi ini disusun untuk menjawab pertanyaan siapakah Ahmad Husein; pahlawan ataukah pemberontak? Dan segera ditutup dengan suatu harapan buku ini dapat menjadi salah satu jendela untuk memahami sejarah Sumatera Barat pada umumnya.
Bagian pertama, kedua, dan, ketiga dari buku ini membicarakan sang tokoh dari riwayat masa kecil, remaja, hingga karier awalnya dalam militer. Ahmad Husein dilahirkan di Padang pada 1 April 1925, dalam lingkungan keluarga usahawan Muhammadiyah. Pada tahun 1943 di usia yang masih sangat muda (18 tahun), Husein bergabung dengan Gyugun.
Berkat kecerdasan dan keterampilannya, ia menjadi perwira termuda Gyugun di Sumatera Barat. Pada saat revolusi, Husien aktif merekrut anggota Badan Keamanan Rakyat (BKR) dan menjadikan rumah orangtuanya sebagai markas sementara BKR.
Selanjutnya, perannya dalam perjuangan makin menonjol ketika ia menjadi Komandan Kompi Harimau Kuranji dan kemudian Batalyon I Padang Area. Pasukan Harimau Kuranji begitu populer karena keberaniannya di medan pertempuran menghadapi Inggris dan Belanda.
Bagian keempat dan kelima mengungkap meroketnya Divisi IX/banteng sebagai kesatuan terbaik di Sumatera pada masa revolusi fisik. Pada pertengahan tahun 1947 terjadi reorganisasi tentara, Husein dipromosikan menjadi Komandan Resimen III/Harimau Kuranji yang membawahi tiga ribu pasukan.
Kekecewaan Ahmad Husein dan kawan-kawan bermula ketika Tentara Republik Indonesia (TRI) berubah menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI). Konsekuensinya, terjadi efisiensi berupaya penyusutan jumlah anggota besar-besaran.
Husein sendiri merelakan dirinya turun pangkat dari Letkol ke Mayor. Pada masa agresi militer Belanda II, Husein bersama anak buahnya berhasil mengamankan Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) dari serangan Belanda. Kontak bersenjata menghadapi Belanda beberapa kali terjadi. Dalam pertempuran di Lubuak Selasih 11 Januari 1949, pasukan Husein memperoleh kemenangan.
Di sela-sela perjuangan itulah pada tahun 1951 Husein memasuki fase kedua kehidupannya dengan menyunting Desmaniar, putri Jaksa Idroes.
Bagian keenam dan seterusnya lebih banyak mengungkap Dewan Banteng dan keterlibatan Ahmad Husein dalam PRRI. Prakondisi Peristiwa PRRI yang terjadi sesungguhnya dapat dilacak ketika terjadinya polarisasi Jawa-luar Jawa, dalam realitas politik nasional waktu itu.
Hasil Pemilu 1955 menunjukkan bahwa hanya empat partai saja yang memiliki suara yang cukup signifikan, yakni PNI 22 persen, Masyumi 21 persen, NU 18 persen, dan PKI 16 persen.
Tiga partai rulling minorities, PNI, NU, dan PKI adalah partai yang memiliki basis massa yang kuat di Jawa. Sementara, Masyumi untuk sebagian besar memiliki banyak pendukung di luar Jawa.
Konfigurasi dan polarisasi politik Indonesia hasil Pemilu 1955 ini, kelak dapat memberikan penjelasan ketika terjadi pergolakan daerah, di mana terjadi konflik politik-dan juga militer-antara pemerintah pusat di Jawa dengan daerah-daerah di Sumatera dan Sulawesi (PRRI/ Permesta) (hlm 147).
Dewan Banteng adalah jembatan yang mengantarkan Husein masuk ke jajaran elite daerah yang memiliki akses ke tingkat nasional. Reuni eks Divisi Banteng beralih pada persoalan yang lebih luas. Peserta menuntut dilaksanakannya segera perbaikan-perbaikan yang progresif dan radikal di segala lapangan, terutama di dalam pimpinan negara dengan jaminan-jaminannya demi keutuhan Negara Republik Indonesia.
Ahmad Husein mengambil alih kekuasaan pemerintahan di Sumatera Tengah pada tanggal 20 Desember 1956. Tindakan Husein segera memancing daerah lain; Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Sulawesi, dan Kalimantan, untuk melakukan langkah serupa.
Tanggal 10 Februari 1958, Ahmad Husein atas nama Dewan Perjuangan mengeluarkan "Piagam Perjuangan" yang ditujukan kepada pemerintah pusat. Di dalamnya, ada limit waktu yang harus diperhatikan oleh pusat.
Setelah limit waktu yang diberikan terlewati, lima hari kemudian melalui siaran RRI Husein mengumumkan PRRI. Eksperimentasi Dewan Banteng dalam menjalankan roda pemerintahan secara darurat dalam beberapa hal meningkatkan perekonomian masyarakat.
Perlawanan Husein terhadap pemerintah pusat bukanlah untuk memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan membentuk negara sendiri. Sebagaimana dilaporkan Kedutaan Besar Amerika di Jakarta kepada Departemen Luar Negeri di Washington, Husein mengatakan kepada Hatta, "Kami di Sumatera Tengah, akan berjuang terus untuk mencari Indonesia yang adil dan makmur. Kami akan membuktikan kepada mereka yang tidak percaya bahwa gerakan ini justru mendukung Negara Kesatuan Indonesia (hlm 209).
***
SESUNGGUHNYA yang terpenting dari biografi Ahmad Husein ini adalah bahwa nasionalisme bukanlah merupakan sikap membabi buta tanpa reserve. Nasionalisme dapat ditunjukkan melalui sikap kritis terhadap ketidakbenaran dan kesewenang-wenangan. Dalam bahasa yang lebih keras, pembangkangan Ahmad Husein terhadap pemerintah pusat merupakan kewajiban patriot manakala amanah telah diselewengkan pimpinan negara.
Pertanyaan yang sampai sekarang masih menggelayuti pikiran orang adalah: kalau begitu siapakah Ahmad Husein? Pahlawankah atau pemberontak?
Pertanyaan itu sungguh menarik karena berbicara tentang aspek normatif. Apalagi di tengah kuatnya daerah-sebagai konsekuensi otonomi daerah-menampilkan tokoh-tokoh lokalnya.
Dalam buku ini jawaban atas pertanyaan itu tidak dibaca secara eksplisit. Penulis menawarkan bacaan yang berdasarkan fakta. Soal interpretasi diserahkan pada diri masing-masing. Mendudukkan peran seseorang dalam bingkai sosial politik tertentu memang terkadang menyesatkan.
Buku ini menarik untuk dibaca karena ditulis dengan bahasa populer tanpa meninggalkan bobot keilmiahannya. Apalagi penggalian sumber informasi begitu ekstensif, dan penulisannya pun tidak tergesa-gesa: perlu waktu dua tahun, 1999-2001.
Sebagai sebuah biografi, buku ini menceritakan konflik-konflik psikologis yang dialami Husein. Di sini dapat kita lihat bahwa Husein bersetia dengan kawan-kawannya. Suatu ketika, setelah gerakan PRRI dilumpuhkan oleh pusat, dia dipanggil Presiden Soekarno yang akan membebaskan dan memberikannya jabatan. Husein menjawab, kalau dia dibebaskan seluruh teman-temannya harus juga dibebaskan (hlm 385).
Nilai yang dapat diambil dari sosok Husein adalah konsistensi dalam menegakkan nilai-nilai. Hal ini mengingatkan kita pada sosok Mohammad Natsir. Pada suatu ketika Buya Natsir ditanya orang tentang kegagalannya dalam politik riil, ia mengatakan, "Kita boleh kalah dalam pertempuran-pertempuran, tetapi tidak boleh kalah dalam peperangan".
Term "pertempuran" yang digunakan Mohammad Natsir itu bukanlah kontak senjata, melainkan suatu tahap perjuangan. Dalam satu dua tahap boleh kalah, tetapi pada akhirnya perjuangan mesti berhasil juga. Berjuang itu butuh seni dan kesabaran. Apalagi di alam yang kian demokratis ini.
(Iim Imadudin, staf Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Padang)

Thursday, March 13, 2008

Melayang Bagai Burung


Terus terang, aku merasa beruntung bisa kenal dengan banyak orang yang bergelut di bidang pariwisata. Makanya tak heran jika aku sering diajak "raun-raun" tidak hanya keliling Indonesia, tapi juga ke luar negeri. Jangankan untuk raun, malah diajak juga pergi general check-up gratis di luar negeri, dan semua biaya termasuk uang saku ditanggung pihak pengundang.
Dan dua tahun lalu, aku berkenalan dengan seorang penerbang paralayang berlisensi internasional, Anwar Soerjomataram dan Susi Melinda. Setelah perkenalan itu, mereka berdua selalu mengajak untuk ikut terbang di berbagai iven yang mereka gelar. Baik pak Anwar maupun mbak Susi, lalu mengenalkan saya dengan dunia paralayang ini, sehingga aku jadi ketagihan untuk selalu bisa terbang. Makanya, dalam setiap iven ini, mereka yang selalu melibatkan penerbang dari luar negeri seperti Switzerland, China, Belanda, India, Malaysia, Singapura, Australia dan sebagainya, selalu mengikut-sertakan aku dalam iven yang mereka gelar.
Yach....., aku kini bisa terbang melayang dengan bebas di udara, sambil menikmati indahnya alam bawah sana. Dulu, waktu aku masih kecil, bila melihat burung-burung melayang dengan bebas, aku selalu berkhayal. "Betapa enaknya jadi burung, bisa melayang bebas di udara." Dan, apa yang aku khayalkan waktu kecil itu kini jadi kenyataan. Aku sudah bisa melayang dengan bebas di udara, dengan memanfaatkan parasut dan take off dari sebuah ketinggian. Tak ada sedikitpun rasa takut, baik ketika akan take off, maupun bila telah berada di udara, melayang-layang kemanapun kita suka. Yach....., kini aku sudah menjadi penerbang...!!!

Monday, March 10, 2008

Belajar dari Kehidupan

Bila anak hidup dalam kritikan,
ia belajar menyalahkan orang
Bila anak hidup dimusuhi,
ia belajar untuk melawan
Bila anak hidup dalam ejekan,
ia belajar jadi pemalu
Bila anak hidup dalam toleransi,
ia belajar jadi sabar
Bila anak hidup dengan diberi semangat,
ia belajar punya harga diri
Bila anak hidup dengan pujian,
ia belajar hidup untuk menghargai orang
Bila anak hidup dengan keadilan,
ia belajar membela kebenaran
Bila anak hidup dengan kepastian,
ia belajar memperoleh keberanian
Bila anak hidup dengan persetujuan,
ia belajar menyukai dirinya
Bila anak hidup dalam penerimaan dan persahabatan,
ia belajar mencintai sesama di dunia

By : Dorothy Law Notte